SELAMAT DATANG DI GALAKSIKU

Sabtu, 22 November 2014

Sebuah Cinta yang Melebihi Cinta Kami



Aku masih merasakan keberadaan dirimu.
Tapi, saat kesadaran membangunkanku. Kau memang sudah tak disini.

Senin, 10 Muharram
Masih lekat dalam ingatan saat dirimu membagi berlembar-lembar rupiah untuk kami. Saat kutanya untuk apa, “Membeli pulsa” katamu. Meski diam, kau sepertinya tahu handphoneku tak pernah awet berteman pulsa. Aku bahkan tak sempat menyalami tanganmu senja itu. Saat niat mudik kau lakukan dengan angkutan umum, bukan dengan sepeda motor seperti lalu-lalu kebiasaanmu.

Selasa, 11 Muharram
Kami tiba dua jam lebih cepat. Menunggu di koridor UGD RS. Wahidin Sudirohusodo. Berharap, berdoa. Semoga semuanya baik-baik saja. Pukul 00.00 sirine memekakan telinga, silih berganti datang dan pergi. Itu bukan dirimu. Yang datang justru sebuah mobil biasa, tanpa tulisan. Aku tak berani mendekat. Kau pasti tahu, akhir-akhir ini diriku terlalu melankolis. Dengan tubuhmu terbaring lemah, nafas yang berat, juga sebuah infus yang tergantung, melihatnya menyekat kerongkonganku. Sudah. Sedetik saja, aku bahkan tidak bisa menyertaimu masuk UGD, tungkai kaki ini tak kuat menopang tubuhku, rasanya seluruh organ tubuhku bergetar. Aku hanya masuk untuk mengantarkan beberapa kerabat melihat keadaanmu, aku tak bisa kuat bertahan lama melihat kondisimu seperti itu.

Rabu, 12 Muharram
Lebih dari dua puluh tiga tahun, kau membersamaiku. Di waktu yang sangat lama itu, aku mengetahui bahwa kau lelaki yang kuat. Lalu, rasanya tak percaya saat melihatmu terbaring lemah dengan bantuan oksigen, infus, dan beberapa selang lainnya yang entah membuatmu nyaman atau tidak. Nafas yang begitu berat, terlihat jelas dari perut dan dadamu yang terlampau tinggi naik turun. Ranjang pun ikut bergerak saat nafasmu naik turun. Saat kucoba beberapa menit melakukan hal yang sama denganmu, aku tak mampu. Sementara dirimu, sejak tiba di tempat ini hingga malam ini setidaknya sudah 48 jam kau merasakan itu. Kurasa itulah sebenar-benarnya sabar.

Kamis, 13 Muharram
Beberapa luka di kepala, suhu tubuh yang tinggi, leher terkilir, bahu cedera, beberapa ruas tulang belakang bergeser, nafas berat naik turun, kedua telapak tangan tak sanggup menggenggam, dada hingga ujung kaki mati rasa, kesemua itu tidak menjadi penghalang untuk menggugurkan kewajibanmu. Dengan gerakan seadanya, kau tayammum dan melaksanakan shalat lima waktu. Dua kali operasi di sekitar tulang rusukmu, membuatku makin tidak sanggup. Untuk menyelesaikan satu ayat saja, saat tilawah di dekatmu aku tak mampu. Aku yang melihatnya saja begitu berat. Bagaimana kau yang menjalaninya? Kurasa itulah sebenar-benarnya sabar.
Malam sedang ditemani purnamanya rembulan. Aku yang terbiasa tidur pukul 21.00 tak lagi memperdulikan malam-malam larut dengan mata terjaga. Sekedar membasuh tubuhmu dengan air yang suhunya kian lama kian meninggi, tilawah di dekat telingamu agar memberi rasa tenang di hatimu, mengambilkan seteguk air minum pelepas dehidrasimu, bolak-balik mengambil obat atau memanggil dokter. Kesemua hal sederhana itu pastilah tak sebanding dengan penjagaanmu. Lelaki yang siap kapan saja untuk mengantar atau menjemputku. Entah di saat malam yang terlalu larut sepulang mengajar bimbel atau rapat organisasi, pun di saat kendaraan terlalu pagi untuk berlalu lalang hanya untuk mengantarku di beberapa ujian, kuliah, maupun praktikum. Lelaki yang di dalam tasnya dipenuhi berlembar-lembar iklan lowongan kerja. Kau mengkhawatirkanku dengan diammu, dengan sabarmu, dengan caramu.

Jum`at, 14 Muharram
Para dokter sibuk dengan alat-alat dan istilah-istilah medisnya. Pukul 04.30, kau sudah tak mampu merespon. Matamu tertutup, nafasmu masih berat, suhu tubuh 41 derajat, tekanan darah 170/90. Sebuah alat pendeteksi detak jantung telah terpasang, mama dipanggil untuk berdiskusi dengan dokter. Semua sibuk. Aku tetap disampingmu, menghabiskan matsurahku di dekat telingamu. Suaraku timbul tenggelam, bersama tetes-tetes air mata yang berlomba keluar dari kantungnya. Beberapa kali alat pendeteksi jantung itu bersuara seperti sirine, memberikan tanda bahwa keadaanmu kian memburuk. Beberapa kristal bening keluar dari pelupuk matamu, aku menyekanya. Bacaanku kini beralih mentalqinmu. Semua kerabat telah datang menemani. Aku bergantian dengan dua adikku mentalqinmu. Kami, masih bertahan, masih ingin berharap, setelah semua air mata yang mengelilingimu, kuharap esok kita akan pulang dengan bendera kemenangan, sebuah senyum. Yah, kita telah melalui semua ini. Bukankah kau selalu mengatakan  bahwa ‘Sengguhnya sesudah kesulitan ada kemudahan. Sesudah kesulitan ada kemudahan.’
               Ranjangmu didorong cepat ke sebuah ruangan, katanya akan dipasangkan sebuah alat agar nafasmu bisa tertolong. Aku tak bisa berada di ruangan itu. Aku melepasmu. Jum`at, 14 Muharram pukul 11.20, medis RS Wahidin telah mencatatnya, kau telah pulang, benar-benar pulang, dengan sebuah sunggingan senyum. Tangis yang sudah kutahan bermalam-malam akhirnya pecah. Tersungkur duduk di depan ruangan. Lagi, aku belum berani masuk ke ruangan itu melihatmu. Rasanya baru kemarin, kau mengantarku ikut ujian CPNS berharap agar aku bisa menggantikanmu mencari nafkah. Kini kau dipanggil mendahului kami semua yang berdiri mengelilingimu.
               Kupandangi satu-satu dari mereka, kulihat mama tersungkur jatuh di lantai diikuti adikku yang paling kecil di dekatnya, adikku yang kedua di dekatmu, aku ikut berdiri di dekatmu, mencium keningmu sambil menahan isakku. Aku kini seorang yatim. Allahum magfirlahu warhamhu wa`afihi wa`fu anhu. Semoga engkau di tempatkan di antara orang-orang yang beriman.

Malam ini, 29 Muharram pukul 22.00.
Tahukah kau, di sekolah tadi dua orang siswa kuhukum berdiri di depan kelas karena kelakukannya melempar coppeng dari luar jendela kepada siswa di dalam kelas, kelas yang sedang kuajar. Aku tidak tahu bagaimana menasehati mereka, setiap kuberikan pengarahan mereka membalas dengan seribu kata-kata. Akhirnya ledak amarahku, mataku berkaca-kaca. Bukan, bukan karena marah. Tapi, lebih karena rindu. Jika saja kau masih ada di sekolah itu, aku bisa menceritakan ini, berdiskusi menemukan solusi, atau sekedar mendengarkanku. Tapi, aku sendiri.
Sudahlah, cinta Allah jauh lebih baik untukmu. Cinta kami hanya sampai pada doa yang terkirim pada-Nya. Tapi, cinta-Nya mencakup penjagaan untukmu dunia akhirat. Meskipun terkadang saat rindu bertalu-talu, lalu kau jumpai kami menitikkan air mata. Maka sampaikan pada Sang Pemilik Nyawa ini, semoga kita bisa berkumpul dengan orang-orang yang selalu mencintai-Nya. Kami mengikhlaskanmu



Kamis, 09 Oktober 2014

Galaksi Pasukan Bintang : Penghuni Galaksi

Assalamu`alaikum.
Salam Cahaya dari Galaksi Pasukan Bintang.

Kalian tentu tahu, semesta ini begitu luas. Sementara bumi, tempat manusia kini berpijak hanyalah satu titik kecil yang tak nampak dari semesta. Di alam semesta ini, setidaknya ada 170 milyar galaksi yang terdeteksi. Jauh diantara milyaran galaksi yang terdeteksi itu, terlihat sebuah pendar cahaya kecil. Kadang redup kadang terang. Begitu seterusnya, hingga milyaran tahun lamanya. Dia tidak sedang mempermainkan 'aturan' semesta, dia hanya memberi sinyal kepada Raja Semesta, bahwa galaksinya sudah tidak bisa menunggu lagi. Benturan antar bintang semakin mengacaukan galaksi. Cahaya yang berpendar hanya akan mampu bertahan beberapa ratus tahun, jika cahaya itu mati, galaksi ini akan ikut hilang. Galaksi Pasukan Bintang membutuhkan putri galaksi.

Raja Semesta tentu sudah tahu hal ini akan terjadi. Semuanya telah tercatat di 'buku besar', jauh sebelum Dia ciptakan kehidupan di alam semesta. Tempat terbaik kelahiran putri galaksi adalah bumi. Planet terbaik menempa manusia unggulan. Banyak 'utusan' hebat terlahir di planet bumi. Satu diantaranya adalah utusan Raja Semesta, namanya menggaung di seluruh galaksi.

Sementara menunggu kelahiran dan segala prosesi penobatan putri galaksi. Mari mengenal para penghuni Galaksi Pasukan Bintang.

* Jenderal Atusa : Bintang feminin. Sangat hebat dalam taktik perang. Menguasai seni mendesain bangunan/arsitektur cerdas. Pekerja keras.
* Jenderal Fatih : Bintang kesatria. Pantang menyerah. Religius. Motivator hebat. Menguasai segala hal tentang militer. Bijaksana.
* Pasukan Bintang : Bintang prajurit. Perhatian. Beberapa kocak. Beberapa bijaksana. Teguh pendirian.


Simfoni Abu-Abu : Mesake Bangsaku

Miris.
Lihatlah wajah Indonesia.
Tersayat-sayat jiwaku menyelami keadaannya.

Jum`at, 10 Oktober 2014
Pekan mid semester.
Berharap tidak akan terlalu sibuk dengan 'urusan' sekolah.
Berharap tidak dilibatkan mengawas ujian mereka.

Karena akan seperti ini jadinya.
Tak ada yang masuk akal.

Image guru yang baik -menurut siswa- adalah guru yang saat mengawas ujian bisa 'memperlonggar' pengawasannya. Dalam artian, para siswa boleh menyontek, kerja sama, lihat buku, asalkan dengan cara yang 'halus'. Jadi, jika ada guru yang sangat ketat pengawasannya di cap sebagai guru 'jahat'.
Mesake bangsaku

Image teman yang baik -menurut siswa- adalah teman yang mau berbagi jawaban dengan teman yang lain, saling membantu mengerjakan soal ujian. Jadi, jika ada teman yang tidak ingin membagi jawaban ujiannya di cap sebagai teman yang 'kikir'.
Mesake bangsaku

Saya seorang guru -setidaknya dalam SK sekolah-. Banyak sekali 'ketidaksesuaian' yang kutemukan di sekolah. Mungkin memang seperti ini sejak dulu. Sayangnya, saya bukanlah orang yang bisa menganggap santai semua 'ketidaksesuaian' ini. Saya tidak bisa membiarkannya. Sayangnya lagi, 'ketidaksesuaian' itu terlalu banyak. Saking banyaknya, entah apa yang harus saya lakukan.
Mesake bangsaku

Mesake bangsaku
Kasihan bangsaku
Sepuluh atau duapuluh tahun kedepan apa yang akan terjadi padamu, jika generasi muda yang telah ikhlas kau tumbuhkan dari tanahmu berbalik merusakmu.
Mesake bangsaku
Menyedihkan bangsaku
Orang-orang berprestasinya tidak dihargai, justru kebanyakan mendapatkan penghargaan dari luar negeri. Bekerja dan mengabdi di sana.
Mesake bangsaku
Memprihatinkan bangsaku
Headline koran dan tv semua tentang hal yang buruk -katanya itu lebih menjual-.

Maafkan

Kamis, 18 September 2014

Wanita [Sok] Sibuk

Cie, bahas kesibukan nih ceritanya

Hhhehe, gitu deh, Pasukan Bintang. Kalian lihat sendiri kan, tiap malam saya berjalan nggak jelas

Tenang pemirsa. Edisi nggak jelasnya, punya definisi 'berbeda' kok!

Oke. Mari kita bahas tentang sibuk-menyibuk menjadi kesibukan (heh?)

Senin :
Berangkat pukul 08.00 kerja di Butik Alma pukul 09.00
Pulang pukul 17.30 nyampe di rumah pukul 19.00

Senin :
Kerja di Butik Alma

Rabu :
Kerja di Butik Alma

Kamis :
Berangkat pukul 06.45 ngajar di SMA pukul 07.30
Pulang pukul 14.00 nyampe di rumah pukul 14.30
Berangkat pukul 19.30 ngajar privat pukul 19.45
Pulang pukul 20.15

Jum`at :
Kerja di Butik Alma

Sabtu :
Ngajar di SMA
Ngajar privat

Ahad :
Kerja di Butik Alma

It`s me.
Kayak orang yang money oriented banget kan. Aktivitasnya nyari duit mulu.
Emang kebangetan parahnya. Tapi, mau bilang apa lagi. Pasukan Bintang dengar dan lihat sendiri kan, gimana gontainya langkahku saat pulang kerja. Curhat ini itu. Berdoa segala macam. Lelah sudah pasti. Capek, lebih-lebih (sama aja ding!). Tapi, mau bilanga apa lagi. Emang nggak ada yang perlu dibilangin

But, dua bulan dengan perjalanan kesibukan yang demikian ruwetnya. Ada beberapa kesimpulan hidup yang bisa saya temukan :
1. Kondisi ini menjadikan saya sebagai pribadi yang 'aneh'. Why? Hei, saya punya beberapa unsent letter buat Pangeran Bintang. Saya punya banyak waktu bercurhat ria dengan Pasukan Bintang. Anehnya dimana? -_-
2. Saya 'bertandang' ke rumah Jan Di, dan menemukan banyak filosofi hidup dari perbincangan malam kami
3. Juga ternyata kebebasan hidup sebaiknya ditebus dengan perjalanan alam. Very miss it.

Selasa, 02 September 2014

Simfoni Abu-Abu : Bergerak Mundur atau Tetap Bertahan

Kamis, 28 Agustus 2014
Aku tumbang.
Bosan.
Sudahlah, aku memang tak cocok dengan profesi ini.
Maagku kambuh. Aku tahu pasti ini bukan karena makanan. Tapi, beban pikiran.
HAAAAAAAAAAAA
Lelah, Pasukan Bintang

Sabtu, 30 Agustus 2014
Aku harus bertahan.
Keep calm!
How?
Lalu, akhirnya. Aku tidak memikirkan apa-apa. Aku datang.
Melihat antusiasme mereka belajar. Rasanya 'keterpaksaan' itu hilang.

Mencintai hal yang sudah tak diinginkan itu butuh upaya keras
Aku bisa kan, Pasukan Bintang?

**********

Special moment for this week :
Mereka saling berbagi, peduli. Saling ajar-mengajar. Saling berlomba. Antusiasme yang hebat.

Simfoni Abu-Abu : Kesan Pertama

Kamis, 14 Agustus 2014
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, mulutku komat-kamit. Entah untuk melafalkan kembali apa yang akan pertama kali kuucapkan untuk memberikan kesan pertama yang spesial, entah untuk memanjatkan deretan-deretan doa, entah untuk sekedar menenangkan hati dengan dendangan tidak jelas. Tapi, aku sangat gugup.

Tentu saja.
Beberapa pengalaman mengajarku kujalani sebagai seorang yang sebagaimana biasanya. Ramah, murah senyum, penuh 'kebijaksanaan', dan tentu saja 'friendly'.

Tapi, sejak pertama memutuskan untuk kembali mengajar. Aku ingin mencoba menjadi kebalikan dari semua sikap itu. Tampang 'sangar', jarang senyum, lengkap dengan tatapan 'menusuk'.

Aku tidak sedang mencari wibawa, rasa hormat, dan penghargaan. Karena akan sangat lelah mengejar tiga predikat itu. Aku hanya tidak ingin 'disepelekan' oleh siswa, yang akhirnya bisa membuat mereka 'tak mendengar' omongan gurunya.

Terserah, apa sangkaan para siswa. Terserah, apa yang akan timbul nantinya di kepala mereka. Segala dugaan mereka adalah tanggung jawab mereka. Saya hanya sedang berusaha menjadi guru.

Kelas pertama kumasuki dengan sikap dingin seorang Nia. Dan kurasa itu cukup berhasil membuat mereka 'mendengar' ucapanku. Kelengkapan sikap dingin ini menjadi sempurna saat sorot pandanganku menusuk tajam pada siswa yang 'sulit ditegur' lewat ucapan. Itu benar. Saat ada siswa yang membuat ribut, atau berkeliaran tidak jelas ke penjuru kelas, tatapan ini yang akan membuat teman-temannya menegur 'tersangka' ini.

Aku sedang tidak bermaksud 'kejam' pada mereka. Tentu tidak. Untuk apa kulahap berbagai buku, mengunyah film-film, berselancar di berbagai situs, jika bukan untuk meningkatkan kualitas diri. Entah berapa tetes air mata yang akhirnya terpaksa berderai saat kuingat kisah lampau, betapa tidak pantasnya aku disebut alumni pendidikan, betapa tidak pantasnya aku bercita-cita menjadi guru. Sejak rasa sadarku akan ketidakpantasan tersebut, aku masih terus berharap, berdoa, berusaha untuk bisa benar-benar pantas. Tapi tidak mudah.

Seorang guru, bagiku.
Adalah pendidik. Dan mendidik bukan hanya tentang materi ajar, menyelesaikan standar kompetensi dari pemerintah. Lahir bathin siswa adalah tanggung jawab guru. Didikan guru akan berpengaruh pada diri siswa.

Finally, aku masih harus belajar mencintai profesi ini.

**********

Special moment for this week :
Aku belum hafal nama-nama mereka. But I am exicted. Mereka menghargai -meskipun tak kuminta- keberadaanku. Bahkan seorang siswa -ah, namanya siapa, entah- berbisik -yang bisikannya bisa ku dengar- bahwa pelajaran ini akan seru. I hope so.

Simfoni Abu-Abu : Sebelum Fajar Menyingsing

Rabu, 13 Agustus 2014
Lagi. Berkutat dengan laptop dan printer.
Hatiku sedang tak karuan. Kepalaku lebih dari sekedar cenat-cenut. Segalanya berlomba menciptakan rasa khawatir. Pun cemas tak mau kalah menyempurnakan ketakutan. Entah mengapa, semuanya begitu kompleks bereuforia malam ini.

Enam bulan lalu
Kuputuskun untuk menyudahinya saja. Mungkin dahulu, cita-cita menjadi guru hanya sebatas rasa bangga seorang bocah yang baru lahir kemarin sore. Tak tahu menimbang apa-apa.

Dua bulan menjadi tentor

Enam bulan menjadi mahasiswa PPL

Dua bulan menjadi mahasiswa KKN

Lima bulan menjadi guru SD


Semua hanya sekedar tuntutan. Mencari kerja, memenuhi SKS kuliah.
Tak ada yang benar-benar membuatku untuk mencintai dan berbangga dengan status ‘guru’. Apa yang salah? Apa aku memang bukan ‘orang pilihan’ yang bisa disebut pahlawan tanpa tanda jasa.
Dan karena semua itulah, malam ini ketakutan yang sama muncul kembali.
Enam belas jam dalam sepekan. Lagi. Berhadapan dengan banyak wajah. Berhadapan dengan ketakutanku. Apa aku bisa? Apa aku tidak akan berlari, menghindar lagi?

Rabu, 30 Juli 2014

Hei, apakah kebahagiaan itu tercipta hanya jika kau telah menikah?
Maksudku, banyak yang mengatakan bahwa 'aku menjadi gemuk setelah menikah' atau 'wajahku menjadi begitu bercahaya setelah menikah'
Jika benar adanya, aku sedang menunggu kebahagiaan itu
-Seseorang yang selalu dipanggil 'si kecil'-

Happy wedding, So Eun.
Selamat berteman kebahagiaan
Apa yang kau lakukan saat kepalamu meledak?
Apa yang kau lakukan saat hati dan pikiranmu tidak berdamai?
Apa yang kau lakukan saat kau ingin sekali melakukan sesuatu tapi tak bisa kau lakukan?
Apa yang kau lakukan saat kau ingin sekali berteriak tapi keadaan sekitar tak mengizinkanmu?
Apa yang kau lakukan saat seharusnya kau bebas justru malah terkurung bersama keinginan orang lain?
Apa yang kau lakukan saat tubuhmu habis masanya hanya untuk membahagiakan orang lain?
Apa yang kau lakukan saat yang kau bisa hanya diam?
Pasukanku, kau sudah menemukan seorang pangeran?

Dialog Bathin



Aku sebenarnya hanya sebuah kesalahan
Aku merasa tidak pernah melakukan hal yang benar
Pilihan untuk tetap hidup mungkin juga sebuah kesalahan
Aku enggan mengakui ini
Tapi ia membuntutiku
Menggelayut di semua sudut pandangku
Memalukan
Sebut juga ini sebagai kebodohan
Hei, berapa usiamu sekarang?
22 tahun kan?
Bukankah itu membuktikan banyak hal?
Bersikap dewasa, bijaksana, penuh dengan karya
Lantas aku?
Manfaat apa yang benihnya aku tanam?
Ingin menuai apa jika benih pun tak punya
Hai diri, berhentilah berpura-pura baik-baik saja
Ini memalukan, kau tahu
Memaksa hati menikmati semua suguhan ini
Baiklah…
Aku mengakui, bahkan dengan usia tarbiyah menginjak delapan tahun, aku ternyata tak paham apa-apa.
Aku tidak lagi menikmati semuanya. Atau aku memang tak pernah menikmati. 
Entahlah, aku merasa kehilangan memori itu
Aku menghindari aktivitas dakwah dalam wajiha ini
Aku memeluk mimpi lain, kebaikan dalam bentuk lain
Tapi, ini hanya mimpi. Kau tahu aku punya kebahagiaan lain dengan mimpi
Kakiku tak disini, mimpi membantuku merasakan padang rumput luas tak terbatas, 
meski pada kenyataannya aku tak pernah menyentuh, melihat, mengunjungi tempat itu. 
Namun imajiku yang membawaku berkelana
Dan kekuatan tarikannya jauh melebihi ketersesasatanku dalam rumitnya mendefinisikan identitas diri…
Aku ingin menjadi aku
Sayangnya, aku tak mengenal siapa aku
 Apanya yang baik-baik saja?
Setiap malam
Setiap diri tersudut menyepi
Mengutuk kembali kebodohan ini
Rabb, tolonglah, tolonglah aku
Harus kuapakan diri, agar mengerti sedikit saja tentang kebebasan
Tidak melulu didikte keharusan ini dan itu
 Baiklah...
Aku yang salah, membenci sosial, menghindari bermasyarakat. 
Saat kupaksakan menjadi benar : berbaur dengan kerumunan orang. Ah, lagi-lagi mengenakan topeng
Aku yang salah, memilih berteman imaji, memeluk erat mimpi yang tak henti
Saat kupaksakan menjadi benar : hidup dalam kenyataan. Ah, lagi-lagi mengenakan topeng
Aku yang salah, menyukai diam, berbicara hanya pada segelintir orang
Saat kupaksakan menjadi benar : ngobrol sana-sini. Ah, lagi-lagi mengenakan topeng
Aku harus seperti apa?
Waktu memaksa
Keadaan mengintimidasi
Orang-orang menuntut
Aku harus seperti apa?
Berkilo-kilo meter kuselami hati ini, tak ada jawaban
Berhari-hari kutikam waktu, tak jua memahami
Rabb, tolonglah, tolonglah aku
Tubuhku mungkin akan lebih cepat habis masanya
Sampai jawaban dan pemahaman itu tiba, aku harus menjadi orang lain
Menjadi orang lain yang katanya ideal
Menjadi orang lain yang katanya benar
Sayangnya untuk menjadi dirku sendiri butuh keberanian
Butuh ketidakpedulian tentang apa kata orang
Aku tidak memiliki itu
Karena memiliki dua hal itu berarti aku perlu menghilang sejenak dari tempat ini
Bertemu dengan orang-orang baru
Memahami hal-hal baru
Rabb, apa Engkau mengizinkanku?

Kamis, 12 Juni 2014

Surat untuk Indonesia

Tempatku berdiri
Satu tanah pijakanku hingga kini
Bumi pertiwi, Indonesia

Salam kemakmuran.
Salam kedamaian.
Salam kasih sayang.
Assalamu`alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh

Kusebut kau sebagai apa, negeriku.
Ibu pertiwi? Yang 'mengandung' dan 'membesarkan'ku dengan tanah, air, dan udaranya
Guru kehidupan? Yang 'mengajarkanku' berbagai ilmu lewat hutan, laut, dan langitnya
Rumah? Tempatku 'ada' dan 'kembali'

Kau pasti akan tetap terima
Ku puji atau ku hina
Toh, tetap saja akan ada tanah, air, udara, hutan, laut, dan langit
Tetap saja, kau akan menerima kepulanganku

Itulah dirimu.

Tapi, 'matamu' tetap jeli kan?
'Pendengaran'mu tetap tajam menangkap setiap 'suara' kan?

Tidak sampai sebulan, Ramadhan kan menyapa.
Juga beberapa pekan lagi, sebuah pesta empat tahunan akan 'terayakan' hebat di sini
Dan aku yakin kau telah tahu apa yang sudah terjadi di sini
Banyak.

Yang kutakutkan. Yang kukecewakan.
Kenapa terus seperti ini.
Tak adakah yang menyadari. Siapa pun 'mereka' nanti. Kita akan tetap tunduk pada 'perintah'nya.
Akan menjadi memalukan sekali. Menyudutkan. Menjelekkan yang lain. Lalu pada akhirnya kita harus menerimanya. Aku tahu. Aku pun 'agak' tidak mengharapkan 'seseorang' untuk memimpinmu. Memimpin berjuta nyawa. Setiap 'dia' punya 'cacat'. Tapi, aku kecewa dengan sikap 'ketidakdewasaan' masing-masing kita yang menghujat seperti ini.

Hei, aku pecinta damai.
Aku selalu merayakan sepi.
Merdeka dengan malam saat gelap membungkus bumi.
Lalu, hanya bintang tempatku berucap.

Tapi, kini.
Risih.
Riuh.
Semua berkicau.

Hei, ibu pertiwi, guru kehidupan, rumahku....
Kau akan tetap menerima kami dengan keadaan 'kacau balau' seperti ini, kan?
Maafkan mereka
Maafkan aku
Jika kau perlu bicara
Bicaralah padaku
Orang-orang menyebutku pendengar yang baik

Indonesia, kutitipkan kau pada putra terbaik bangsa.
Yang hatinya bertekad bulat memperbaiki keadaan yang runyam ini
Indonesia, kutitipkan kau pada putra terbaik bangsa.
Yang baktinya akan selalu ada, 'menang' atau 'kalah'

Indonesia, tempat di mana orang-orang hebat dunia akan lahir
Indonesia, tanah di mana segala keikhlasan hadir hanya untuk memberi
Indonesia, kutitipkan kau pada yang 'menghadirkan'mu

Di atas tanahmu, Indonesia
13 Juni 2014

Jumat, 23 Mei 2014

Mizzle & Cirrus : Hilang

Mizzle kemana?

Entahlah, tampaknya ia sibuk sekali. Dia hanya menyapa sekali

Kirimkan salamku padanya

Mengapa tak kau sampaikan sendiri? Dia mungkin menunggumu

Aku tak ingin bertemu dengannya. Aku hanya akan memperburuk keadaan. Pasukan Bintang, sampaikan padanya. Aku rindu

Mizzle & Cirrus : Penghujung Januari

"Mizzle, aku lelah."

Di penghujung senja, di bawah kaki gunung. Ini kali ketiga kami menyelesaikan pendakian di gunung yang sama. Aku tak tahu mengapa ia selalu mengajakku ke tempat ini. Rombongan kami sudah beberapa meter mendahului.

"Mizzle, aku lelah." Ulangnya.

Aku berbalik, menoleh padanya. "Istirahat saja dulu."

"Bukan fisikku, Mizzle. Hatiku yang lelah." Ucapnya kembali menyapu keringat di wajahnya.

"Apa yang dilakukan hatimu sampai begitu lelah?" Tanyaku peduli.

"Ia sedang mencari kebenaran. Aku berharap menemukannya dalam pendakian ini. Itulah mengapa aku selalu mengajakmu. Aku ingin kau pun menemukan kebenaran itu."

Aku mengernyit. "Kebenaran apa maksudmu."

"Bahwa selalu ada muara untuk setiap rindu. Aku ingin selalu pergi. Agar aku tahu alasan mengapa aku harus kembali pulang."

Aku mengangguk. Aku tahu betul keadaan Cirrus. Persis sama dengan keadaanku sekarang. Banyak hal yang kami pertanyakan. Tapi penghujungnya, hanyalah pembiaran

Yah, seperti ungakapan klasik. Biarlah waktu yang menjawab.

Kudedikasikan, untuk setiap hati yang mencari 'kebenaran'
Aku, kamu, kita sama-sama berada dalam langkah pencarian
Semoga kau temukan 'kebenaran' yang sebenar-benarnya.
Biar sedikit kubantah ungkapan itu, "kebenaran tidak hanya satu"

Zahia DaNia Firdaus
-Kaki Gunung Latimojong-

Minggu, 18 Mei 2014

Trip to Jekardah

Ala-ala anak lebay gitu nyebut Jakarta sebagai Jekardah
Tapi, apa pun itu
Luv U, Indonesiaaaaaaaa

Suasana di dalam pesawat, maskapai Citilink
This is my first flight, Man
Pertama kalinya juga ke Jakarta

What Amazing

And you know what, dengan modal IDR 220.000 (sdh trmsuk airport tax) tiket PP Jkt-Mks sdh ada di tangan


Tapi, kalian harus tahu mendapatkan tiket PP semurah itu butuh perjuaaaangannn. Ya iyyalah, tiap hhari tuh, tanggal penerbangannya beda-beda. Bayangin aja, saya booking tuh tiket September 2013, terus berangkatnya April 2014. Nah lo, hrs pintar-pintar nentuin waktu keberangkatan. Sampe jam tiga, saya begadang buat booking tuh tiket. Buat, orang yang sering tidur larut malam sih, no problem. Tapi, saya tuh typical manusia on time plus teratur. Di tengah kesibukan ngajar waktu itu, saya terbiasa tidur pukul 22.00. Daaaaan, tiba-tiba harus melek sampe pukul 03.00 dini hari.

But, well, dengan perjuangan yang nggak sedikit. Juga termasuk 'uang'. Akhirnya,...


Saya melihat pasukan bintang di bumi. Welcome to Jakarta, Man. Saya tiba di Pelabuhan Soetta pukul 21.30.

Apa tujuanmu ke Jakarta?
Ini misi besar, Pasukan Bintang.
Nia mau observasi sekolah alam.
Hei, ini bentuk deklarasi kepada ibukota Indonesia. Nia nggak main-main kalau punya impian. Right?






Dokumentasi di atas, adalah situasi Sekolah Alam Indonesia. Sekolah alam pertama di Indonesia. Inspiring banget













Naaah, yang di atas ini Insan Cendekia Madani. Letaknya di Serpong, Tangerang Selatan.

Over All T.O.P B.G.T
Semoga para generasi muda bisa lebih berkualitas pemahamannya, perilakunya. Aamiin
Semoga Makassar bisa mewujudkan hal yang sama
Insya Allah Sekolah Alam Menara 9 Warna menjadi satu opsi untuk orang tua, Indonesia, juga Islam.



Perjalanan empat hari di Jakarta sangat berkesan. Meskipun hanya sebentar, saya sudah berhasil jalan-jalan ke UI, Monas, Istiqlal, Tanah Abang. Merasakan makan ketoprak.

Syukron jiddan, untuk teman-teman KAMMI Madani, teman-teman LIPIA, Youth Generation. Jazakumullah khairan katsiran atas bantuannya, jalan-jalannya, tumpangan rumahnya. Meski belum merasakan Trans Jakarta, setidaknya beberapa tiket Commuter Line pernah saya pegang. Bepergian ala backpacker dengan kereta api.


Good bye Jakarta. Suatu hari aku akan kembali


Selasa, 01 April 2014

Lelaki, Wanita, dan Cinta

Lelaki...
Berjaraklah dengan mereka
Karena keakraban menciptakan harap
Dan, harap yang semu jatuhnya akan sakit
Sakit sekali

Wanita...
Selogis apapun teorinya, tetap saja luluh dengan pujian
Tetap saja tersentuh dengan perhatian
Hatinya terlalu lembut
Tersentuh sutra pun akan terasa

Cinta...
Ah, tak pernah habis pembahasan cinta
Magnetis
Berjarak berapa pun, tarikannya akan terasa
Debarannya tak akan hilang

Lelaki, Wanita, dan Cinta
Bulan, Perjalanan, Kita

Kau akan menemukan muaranya
Setelah kau membentur batu
Meliuk mengikuti aliran sungai
Naik dan turun berteman aurs

Kau akan menemukan muaranya
Besok atau lusa

Semua aliran air akan berujung di lautan
Dan ombak adalah nyanyian alam terindah


Senin, 10 Maret 2014

Dua Puluh Tiga

10 Maret 1991
dua puluh tiga tahun yang lalu, di sebuah rumah sakit Makassar
tangisan bayi perempuan dengan lumuran darah di tubuhnya
menciptakan simpul senyum pada orang-orang yang melihatnya



10 Maret 2013

Cinta
Aku ingin berbicara cinta, saat waktu berjalan menuju dua puluh tiga
Beberapa hari setelah dua puluh dua. Hatiku, telingaku kurelakan menerima, mendengar seseorang mengatakan rasa sayangnya padaku. Padahal sebelum-sebelumnya, aku akan menjauh, berpura-pura tak paham, memilih tidak menerima surat, pesan, telepon dari 'mereka'. Setelah saat itu, aku menyesal mendengar ucapanmu, Sam Dong. Mengapa memberi kesempatan pada lelaki 'asing' untuk mengintip ruang hatiku. Aku kalut. Aku jatuh. Rabb, tolong hamba-Mu.

Sahabat
Cinta yang sama yang mempertemukan kami. Aku, Jan Di, dan So Eun punya alasan yang sama. Kami menyembunyikan sebuah rasa. Lalu akhirnya, kami saling menguatkan, saling mendukung, saling berbagi. Kami saling mengingatkan agar tak keluar pada 'jalur cinta' yang ditetapkan-Nya

Merelakan
Saat kau berani 'menerima' sebuah keputusan, maka kau pun harus berani merelakan. Ini bukan jalanku. Bukan. Tujuh tahun, pencarianku. Aku tak akan rela menggadainya. Cukuplah Allah bagiku. Aku melepasmu. Aku akan mendoakan kebahagiaan untukmu. Hye Mi dan Sam Dong memang tak pernah berujung pada apa-apa kan. Ikatannya hanya sahabat. Seperti itulah sampai akhir.

Berjuang
Melepas segala lika-liku hati, aku bertemu skripsi. Bagian terpenting dalam episode kehidupanku sebagai mahasiswa. Gelar S,Pd yang kusandang saat ini, bukanlah perjuangan kacang-kacangan. Karena, sejak kuputuskan untuk mengakhiri status mahasiswaku secepat mungkin, mulai saat itulah sebenarnya aku sedang berjuang. Aku tidak ingin sekedar mengetik data untuk skripsi. Aku menginginkan hasil yang berkualitas. Aku paham 'menjadi penulis', untuk itu aku tidak ingin asal selesai. Dan sujud demi sujud menguatkan langkahku. Lalu di detik terakhir segala kepasrahanku, di saat sidangku dimulai aku benar-benar berjuang mempertahankan, mempertanggungjawabkan isi skripsiku. Di tengah debatku dengan para penguji, anganku sudah melayang, aku terancam tidak lulus. Aku pasrah. Jika memang harus seperti itu. Biarlah.

Gerbang Berikutnya
Bukan lagi hal yang luar biasa. Toga di kepalaku, untuk memakainya ada banyak deraian air mata. Namun, sekarang, setelah formalitas acara wisuda ini berakhir, ada lebih banyak lagi perjuangan yang harus kutapaki. Dan jika bukan karena pengalaman lalu, aku hanya perempuan cengeng pengisap jari, menyesali ini itu.

Sakit
Benarlah adanya, jika kau belum pernah merasa sakit, kau tak akan pernah mensyukuri hadirnya sehat. Aku benar-benar tumbang saat itu. Dua bulan, segala aktivitas hanya di rumah, rumah sakit, ruang dokter, laboratorium.

I My Self
Pencarian jati diri adalah hal yang runit bagiku. Pasalnya aku hanya berjalan di lingkaran itu-itu saja. Aku banyak menyia-nyiakan waktu saat itu. Bahkan merasa depresi karena pertanyaan kian menggelayut di kepalaku, menumpuk, namun tak menemukan jawaban apa-apa. Lalu, pada akhirnya sedikit-sedikit waktu membunuh tanyaku dengan kesibukan, dengan mimpi-mimpi.

10 Maret 2014
ditengah ramainya atribut kampanye
seorang wanita mencoba menemukan arti dari tiap hembusan nafasnya

Apa yang kau harapkan saat 'berulang tahun'?
atau
Apa yang kau harapkan saat usiamu dua puluh tiga tahun?

Kau tahu, Pasukan Bintang?
Menjadi wanita dengan usia berkepala dua ---begitu 'berat'---
Tahu maksudku?
Beban menjadi seorang yang 'dewasa' dengan segala tetek bengeknya.
Bijak, pandai bersosialisasi, nyambung dengan 'obrolan' orang-orang dewasa, bla bla bla
Itu kaca mataku, saat melihat label 'dewasa'

Padahal, Pasukan Bintang.
Aku masih ingin bermain hujan-hujanan tanpa khawatir dimarahi sakit atau kotor.
Aku lebih nyaman bercanda dengan anak kecil
Aku suka mengikuti kata hatiku dibanding harus mempertimbangkan omongan orang

Dua puluh tiga tahun, Pasukan Bintang
Apa yang kalian lakukan saat usiamu di titik itu?
Tetap berpendar kan?
Tak ada yang berubah kan?
Cahaya kalian tetap menyinari malam, tak ada yang berkurang



Perjalanan hidupku setahun lalu, memberikan banyak arti. Kuiyakan ungkapan populer itu, bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Berhenti sejenak adalah pilihan baik untuk sedikit merenungi langakah kita kemarin, juga untuk mulai memikirkan langkah kita esok.

Pasukan Bintang, usia manusia tidaklah sepanjang pendar cahayamu yang telah ribuan tahun merajai malam.
Suatu saat, aku akan pergi dari galaksi ini. Untuk kemudian 'hidup' di tempat 'lain'.
Terima kasih, telah menjadikanku pemimpin untuk kalian para pasukan bintang
Terima kasih, atas keramaianmu menemani sepiku
Terima kasih, menjadi pendengar baik

Rabb, aku sekali lagi
Tak pernah merasa asing meski diasingkan
Tak pernah merasa kurang meski pas-pasan

Rabb, dengan-Mu
Hembusan nafas ini menjadi lebih berarti

Segala lika-liku hidup
Mendaki, menurun, duri, bunga
Semua ada untuk beribu alasan

Rabb, satu lagi pelajaran yang masih sempat kucerna sebelum tanah 'melumatku'
Bahwa Engkau lebih dekat dari urat leher

Segala puji bagi-Mu, Tuhan Semesta Alam
Dua puluh tiga tahun usiaku kini


Rabu, 22 Januari 2014

Will U Marry Me?



     Siang itu, seorang wanita bertamu di rumahku. Setelah berbasa-basi sekitar lima menit, ia menceritakan mksudnya menemuiku. Aku tersentak, tak percaya.
     “Harus sekarang? Saya belum siap.”
     “Lihat saja dulu orangnya. Kakakku memang ada janji bertemu dia di pesantren, nanti kita di mobil saja melihatnya. Mau ya?” wajahnya memelas. Aku tidak bisa menolak meski sebenarnya aku benar-benar belum siap. “Siap-siap sana. Aku tunggu.”
     “Aku begini saja deh”
     “Serius?” Pandangannya seperti memindai penampilanku dari ujung kepala hingga ujung kaki. Jaket tebal besar merah, rok kain hitam, disempurnakan dengan jilbab pasang hitam. “Kau tidak ingin sedikit memoles penampilanmu?” Mungkin pikirnya aku seperti tukang ojek wanita yang sering mangkal di perumahan.

      Perjalanan kami sekitar sepuluh menit, mobil jeep hitam akhirnya terparkir di depan sebuah pesantren. Lelaki yang mengendarai mobil ini turun menghampiri seorang lelaki. Entah percakapan apa yang terjadi di antara mereka. Aku dan wanita di sampingku berebut ingin melihat lelaki misterius itu.
       “Pengen pipis.” Ucapku tiba-tiba.
       “Kamu grogi yah.” Wanita itu tertawa. “Tapi, toilet terdekat hanya di….”
         
       Belum sempat wanita itu menyelesaikan perkataannya, aku sudah ada di dekat lelaki misterius itu, “Maaf, toilet dimana?” Ia hanya menanggapi senyum “Pak, pak… T-O-I-L-E-T.” aku menegaskan. Hei sebegitu terpananyakah ia melihat diriku. Responnya dari tadi hanya nyengir kuda. Ini serius, pengen pipis…

       Aku terbangun, untung toiletku ada di dalam kamar
       Cuma mimpi euy. 
       Tapi, berhasil membuatku berpikir sejenak di dalam WC, wajah lelaki misterius itu kenapa cepat sekali kulupa. Padahal seharusnya itu jadi kasus misteri keduaku. Mencari cowok misterius *mata memicing.
       Hei, jamnya Conan dimana?