SELAMAT DATANG DI GALAKSIKU

Selasa, 02 September 2014

Simfoni Abu-Abu : Kesan Pertama

Kamis, 14 Agustus 2014
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, mulutku komat-kamit. Entah untuk melafalkan kembali apa yang akan pertama kali kuucapkan untuk memberikan kesan pertama yang spesial, entah untuk memanjatkan deretan-deretan doa, entah untuk sekedar menenangkan hati dengan dendangan tidak jelas. Tapi, aku sangat gugup.

Tentu saja.
Beberapa pengalaman mengajarku kujalani sebagai seorang yang sebagaimana biasanya. Ramah, murah senyum, penuh 'kebijaksanaan', dan tentu saja 'friendly'.

Tapi, sejak pertama memutuskan untuk kembali mengajar. Aku ingin mencoba menjadi kebalikan dari semua sikap itu. Tampang 'sangar', jarang senyum, lengkap dengan tatapan 'menusuk'.

Aku tidak sedang mencari wibawa, rasa hormat, dan penghargaan. Karena akan sangat lelah mengejar tiga predikat itu. Aku hanya tidak ingin 'disepelekan' oleh siswa, yang akhirnya bisa membuat mereka 'tak mendengar' omongan gurunya.

Terserah, apa sangkaan para siswa. Terserah, apa yang akan timbul nantinya di kepala mereka. Segala dugaan mereka adalah tanggung jawab mereka. Saya hanya sedang berusaha menjadi guru.

Kelas pertama kumasuki dengan sikap dingin seorang Nia. Dan kurasa itu cukup berhasil membuat mereka 'mendengar' ucapanku. Kelengkapan sikap dingin ini menjadi sempurna saat sorot pandanganku menusuk tajam pada siswa yang 'sulit ditegur' lewat ucapan. Itu benar. Saat ada siswa yang membuat ribut, atau berkeliaran tidak jelas ke penjuru kelas, tatapan ini yang akan membuat teman-temannya menegur 'tersangka' ini.

Aku sedang tidak bermaksud 'kejam' pada mereka. Tentu tidak. Untuk apa kulahap berbagai buku, mengunyah film-film, berselancar di berbagai situs, jika bukan untuk meningkatkan kualitas diri. Entah berapa tetes air mata yang akhirnya terpaksa berderai saat kuingat kisah lampau, betapa tidak pantasnya aku disebut alumni pendidikan, betapa tidak pantasnya aku bercita-cita menjadi guru. Sejak rasa sadarku akan ketidakpantasan tersebut, aku masih terus berharap, berdoa, berusaha untuk bisa benar-benar pantas. Tapi tidak mudah.

Seorang guru, bagiku.
Adalah pendidik. Dan mendidik bukan hanya tentang materi ajar, menyelesaikan standar kompetensi dari pemerintah. Lahir bathin siswa adalah tanggung jawab guru. Didikan guru akan berpengaruh pada diri siswa.

Finally, aku masih harus belajar mencintai profesi ini.

**********

Special moment for this week :
Aku belum hafal nama-nama mereka. But I am exicted. Mereka menghargai -meskipun tak kuminta- keberadaanku. Bahkan seorang siswa -ah, namanya siapa, entah- berbisik -yang bisikannya bisa ku dengar- bahwa pelajaran ini akan seru. I hope so.

Tidak ada komentar: