Tok… Tok… Tok…
“Assalamu`alaikum,” sapa suara
dari luar.
“Wa`alaikum salam,” jawabku dari
dalam. Aku bergegas mengenakan rok dan cardigan. Kostum ‘seragam tidur’
berbalut jilbab merah tak ‘sepantas’nya untuk menjamu tamu ini.
Seorang lelaki tanpa wajah, datang
dengan sepucuk surat di tangannya.
Maaf, Galang. Aku tidak tahu mensketsa ‘wajahmu’. Hingga kupilih kau
tak berupa saja. Aku memang lebih suka berteman dengan lelaki yang tak
ber’wajah’. Itu menghijabi hatiku. Meski sebenrnya, aku sudah jatuh cinta pada
lakumu, kebijaksanaanmu. Maaf ya, Pi. Aku menghianatimu. (Ahhai de’)
“Mmh, bagaimana perjalananmu?”
tanyaku padanya ketika melihat sepeda ontel yang ia parkir manis di depan
rumah. Benda itu menarik perhatian semua tetanggaku.
“Lumayan melelahkan. Rumahmu jauh
juga. Tapi, menikmasti senja yang gerimis sepertinya akan menjadi hobi baruku”
“Kau. Bolehkah aku meminta satu
hal.”
“Bisakah kau berbeda dengan Pi,
wanita selalu merepotkan.”
“Begitukah?” Aku tertawa. “Hanya
ingin meminta izin menulis namamu dalam novelku.”
“Wani piro!” ucapanya menyodorkan
tangan.
“Untuk sementara tanda tangan
dulu ya.” Aku mengeluarkan pulpen dan menandatangani telapak tangannya.
“Nanti
jika sudah terkenal, kau tak perlu payah-payah mengejarku hanya untuk tanda
tangan.” Aku menyengir lebar melihatnya menatap tangannya yang kugambari domba.
“Kau jelmaan domba?”
“Sana pulang. Pi nanti
mencarimu.” Aku mendorongnya keluar rumah. Aku ingin segera membaca surat di
tanganku ini.
“Baiklah penulis belum terkenal.
Terima kasih atas tanda tangannya. Wassalamu`alaikm.”
Tak perlu menunggunya menghilang
dari pandanganku, aku segera mengambil posisi terbaik untuk membaca surat. Aku
lebih senang membaca surat seperti ini. Kau tahu, Pi. Saat kecil, aku suka menunggu
tukang pos lewat depan rumahku. Meski tak pernah membawa surat untukku, melihat
lelaki bermotor orange dengan dua
punuk surat di sadelnya membuatku bahagia sepanjang hari. Aku hanya suka.
Aku berhati-hati membuka amplopnya. Khawatir kau membuatnya dengan usaha keras. Merobeknya sama dengan tak menghargai usahamu.
Huruf demi huruf kueja satu
persatu. Rangkaian kata yang terbaca karena adanya jeda dan tanda baca
memburamkan mataku. Aku yakin dengan ungkapan klasik itu, tulisan yang dibuat
dengan hati sampainya juga pada hati. Kau berhasil memanggil sisi melankolisku,
yang sebenarnya ingin aku kubur dari dulu.
Aku menangguhkan surat itu,
menutupnya rapat. Kupilih menghapus banjir di pelupuk mataku. Banjir cukup saja
menggenangi ibukota. Akan aku lnjutkan malam nanti, aku ingin memperlihatkannya
pada pasukan bintang: akhir-akhir ini mereka jarang terlihat.
Kau tahu, Pi. Mengapa aku ingin mengubur melankolisku, juga terpikir
mengubah plagmathisku?
Aku selalu melihat dunia dengan ‘kegembiraan’ orang-orang sanguins.
Mereka bisa berteman dengan siapa saja, berbicara apa saja. Mereka diterima.
Ah, aku sebenarnya tak suka berbicara ini. Sama saja membeberkan rahasia
pemimpin galaksi ini. Pasukan bintang akan bersedih, lagi-lagi melihat
pemimpinnya berurai air mata. Selama ini mereka terlalu banyak kurepotkan untuk
membantuku menghalau sepi.
Ah, lagi-lagi mata buram. Aku tak percaya ini, kukira aku bukan gadis
cengeng lagi.
Kupikir memang seharusnya ini bukan masalah, toh setiap orang punya
krakternya sendiri. Seperti sebuah frase basi ‘Just Be You’. Sayangnya frase
itu mengekangku, aku hanya belum menemukan ‘You’ yang seperti apa aku. Aku
megumpulkan banyak bahan, membaca berbagai literatur, mencoba segala bentuk
tes. Semuanya sama, bijaknya aku harus menerima semua itu apa adanya. Entah apa
yang kulakukan saat SMP-SMA dulu, kenapa baru sekarang mencari jati diri?
Hmm, kau suka misteri kan? Kucukupkan sampai disini dulu ya. Mari bermain detektif-detektifan. Aku berteman akrab dengan Shinichi Kudo, *psst, sebenarnya aku juga diam-diam menyukainya.
Ini akan jadi kasus misteri pertamaku. Kau ingat ungakapan populernya With a keen eye for details, only one truth prevails!
Mari kita singkap misteri ini. *mata memicing.
Mari kita singkap misteri ini. *mata memicing.
Hei, aku ingin sekali punya jam tangan seperti milik Conan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar