SELAMAT DATANG DI GALAKSIKU

Kamis, 18 September 2014

Wanita [Sok] Sibuk

Cie, bahas kesibukan nih ceritanya

Hhhehe, gitu deh, Pasukan Bintang. Kalian lihat sendiri kan, tiap malam saya berjalan nggak jelas

Tenang pemirsa. Edisi nggak jelasnya, punya definisi 'berbeda' kok!

Oke. Mari kita bahas tentang sibuk-menyibuk menjadi kesibukan (heh?)

Senin :
Berangkat pukul 08.00 kerja di Butik Alma pukul 09.00
Pulang pukul 17.30 nyampe di rumah pukul 19.00

Senin :
Kerja di Butik Alma

Rabu :
Kerja di Butik Alma

Kamis :
Berangkat pukul 06.45 ngajar di SMA pukul 07.30
Pulang pukul 14.00 nyampe di rumah pukul 14.30
Berangkat pukul 19.30 ngajar privat pukul 19.45
Pulang pukul 20.15

Jum`at :
Kerja di Butik Alma

Sabtu :
Ngajar di SMA
Ngajar privat

Ahad :
Kerja di Butik Alma

It`s me.
Kayak orang yang money oriented banget kan. Aktivitasnya nyari duit mulu.
Emang kebangetan parahnya. Tapi, mau bilang apa lagi. Pasukan Bintang dengar dan lihat sendiri kan, gimana gontainya langkahku saat pulang kerja. Curhat ini itu. Berdoa segala macam. Lelah sudah pasti. Capek, lebih-lebih (sama aja ding!). Tapi, mau bilanga apa lagi. Emang nggak ada yang perlu dibilangin

But, dua bulan dengan perjalanan kesibukan yang demikian ruwetnya. Ada beberapa kesimpulan hidup yang bisa saya temukan :
1. Kondisi ini menjadikan saya sebagai pribadi yang 'aneh'. Why? Hei, saya punya beberapa unsent letter buat Pangeran Bintang. Saya punya banyak waktu bercurhat ria dengan Pasukan Bintang. Anehnya dimana? -_-
2. Saya 'bertandang' ke rumah Jan Di, dan menemukan banyak filosofi hidup dari perbincangan malam kami
3. Juga ternyata kebebasan hidup sebaiknya ditebus dengan perjalanan alam. Very miss it.

Selasa, 02 September 2014

Simfoni Abu-Abu : Bergerak Mundur atau Tetap Bertahan

Kamis, 28 Agustus 2014
Aku tumbang.
Bosan.
Sudahlah, aku memang tak cocok dengan profesi ini.
Maagku kambuh. Aku tahu pasti ini bukan karena makanan. Tapi, beban pikiran.
HAAAAAAAAAAAA
Lelah, Pasukan Bintang

Sabtu, 30 Agustus 2014
Aku harus bertahan.
Keep calm!
How?
Lalu, akhirnya. Aku tidak memikirkan apa-apa. Aku datang.
Melihat antusiasme mereka belajar. Rasanya 'keterpaksaan' itu hilang.

Mencintai hal yang sudah tak diinginkan itu butuh upaya keras
Aku bisa kan, Pasukan Bintang?

**********

Special moment for this week :
Mereka saling berbagi, peduli. Saling ajar-mengajar. Saling berlomba. Antusiasme yang hebat.

Simfoni Abu-Abu : Kesan Pertama

Kamis, 14 Agustus 2014
Sepanjang perjalanan menuju ke sekolah, mulutku komat-kamit. Entah untuk melafalkan kembali apa yang akan pertama kali kuucapkan untuk memberikan kesan pertama yang spesial, entah untuk memanjatkan deretan-deretan doa, entah untuk sekedar menenangkan hati dengan dendangan tidak jelas. Tapi, aku sangat gugup.

Tentu saja.
Beberapa pengalaman mengajarku kujalani sebagai seorang yang sebagaimana biasanya. Ramah, murah senyum, penuh 'kebijaksanaan', dan tentu saja 'friendly'.

Tapi, sejak pertama memutuskan untuk kembali mengajar. Aku ingin mencoba menjadi kebalikan dari semua sikap itu. Tampang 'sangar', jarang senyum, lengkap dengan tatapan 'menusuk'.

Aku tidak sedang mencari wibawa, rasa hormat, dan penghargaan. Karena akan sangat lelah mengejar tiga predikat itu. Aku hanya tidak ingin 'disepelekan' oleh siswa, yang akhirnya bisa membuat mereka 'tak mendengar' omongan gurunya.

Terserah, apa sangkaan para siswa. Terserah, apa yang akan timbul nantinya di kepala mereka. Segala dugaan mereka adalah tanggung jawab mereka. Saya hanya sedang berusaha menjadi guru.

Kelas pertama kumasuki dengan sikap dingin seorang Nia. Dan kurasa itu cukup berhasil membuat mereka 'mendengar' ucapanku. Kelengkapan sikap dingin ini menjadi sempurna saat sorot pandanganku menusuk tajam pada siswa yang 'sulit ditegur' lewat ucapan. Itu benar. Saat ada siswa yang membuat ribut, atau berkeliaran tidak jelas ke penjuru kelas, tatapan ini yang akan membuat teman-temannya menegur 'tersangka' ini.

Aku sedang tidak bermaksud 'kejam' pada mereka. Tentu tidak. Untuk apa kulahap berbagai buku, mengunyah film-film, berselancar di berbagai situs, jika bukan untuk meningkatkan kualitas diri. Entah berapa tetes air mata yang akhirnya terpaksa berderai saat kuingat kisah lampau, betapa tidak pantasnya aku disebut alumni pendidikan, betapa tidak pantasnya aku bercita-cita menjadi guru. Sejak rasa sadarku akan ketidakpantasan tersebut, aku masih terus berharap, berdoa, berusaha untuk bisa benar-benar pantas. Tapi tidak mudah.

Seorang guru, bagiku.
Adalah pendidik. Dan mendidik bukan hanya tentang materi ajar, menyelesaikan standar kompetensi dari pemerintah. Lahir bathin siswa adalah tanggung jawab guru. Didikan guru akan berpengaruh pada diri siswa.

Finally, aku masih harus belajar mencintai profesi ini.

**********

Special moment for this week :
Aku belum hafal nama-nama mereka. But I am exicted. Mereka menghargai -meskipun tak kuminta- keberadaanku. Bahkan seorang siswa -ah, namanya siapa, entah- berbisik -yang bisikannya bisa ku dengar- bahwa pelajaran ini akan seru. I hope so.

Simfoni Abu-Abu : Sebelum Fajar Menyingsing

Rabu, 13 Agustus 2014
Lagi. Berkutat dengan laptop dan printer.
Hatiku sedang tak karuan. Kepalaku lebih dari sekedar cenat-cenut. Segalanya berlomba menciptakan rasa khawatir. Pun cemas tak mau kalah menyempurnakan ketakutan. Entah mengapa, semuanya begitu kompleks bereuforia malam ini.

Enam bulan lalu
Kuputuskun untuk menyudahinya saja. Mungkin dahulu, cita-cita menjadi guru hanya sebatas rasa bangga seorang bocah yang baru lahir kemarin sore. Tak tahu menimbang apa-apa.

Dua bulan menjadi tentor

Enam bulan menjadi mahasiswa PPL

Dua bulan menjadi mahasiswa KKN

Lima bulan menjadi guru SD


Semua hanya sekedar tuntutan. Mencari kerja, memenuhi SKS kuliah.
Tak ada yang benar-benar membuatku untuk mencintai dan berbangga dengan status ‘guru’. Apa yang salah? Apa aku memang bukan ‘orang pilihan’ yang bisa disebut pahlawan tanpa tanda jasa.
Dan karena semua itulah, malam ini ketakutan yang sama muncul kembali.
Enam belas jam dalam sepekan. Lagi. Berhadapan dengan banyak wajah. Berhadapan dengan ketakutanku. Apa aku bisa? Apa aku tidak akan berlari, menghindar lagi?