SELAMAT DATANG DI GALAKSIKU

Senin, 10 Maret 2014

Dua Puluh Tiga

10 Maret 1991
dua puluh tiga tahun yang lalu, di sebuah rumah sakit Makassar
tangisan bayi perempuan dengan lumuran darah di tubuhnya
menciptakan simpul senyum pada orang-orang yang melihatnya



10 Maret 2013

Cinta
Aku ingin berbicara cinta, saat waktu berjalan menuju dua puluh tiga
Beberapa hari setelah dua puluh dua. Hatiku, telingaku kurelakan menerima, mendengar seseorang mengatakan rasa sayangnya padaku. Padahal sebelum-sebelumnya, aku akan menjauh, berpura-pura tak paham, memilih tidak menerima surat, pesan, telepon dari 'mereka'. Setelah saat itu, aku menyesal mendengar ucapanmu, Sam Dong. Mengapa memberi kesempatan pada lelaki 'asing' untuk mengintip ruang hatiku. Aku kalut. Aku jatuh. Rabb, tolong hamba-Mu.

Sahabat
Cinta yang sama yang mempertemukan kami. Aku, Jan Di, dan So Eun punya alasan yang sama. Kami menyembunyikan sebuah rasa. Lalu akhirnya, kami saling menguatkan, saling mendukung, saling berbagi. Kami saling mengingatkan agar tak keluar pada 'jalur cinta' yang ditetapkan-Nya

Merelakan
Saat kau berani 'menerima' sebuah keputusan, maka kau pun harus berani merelakan. Ini bukan jalanku. Bukan. Tujuh tahun, pencarianku. Aku tak akan rela menggadainya. Cukuplah Allah bagiku. Aku melepasmu. Aku akan mendoakan kebahagiaan untukmu. Hye Mi dan Sam Dong memang tak pernah berujung pada apa-apa kan. Ikatannya hanya sahabat. Seperti itulah sampai akhir.

Berjuang
Melepas segala lika-liku hati, aku bertemu skripsi. Bagian terpenting dalam episode kehidupanku sebagai mahasiswa. Gelar S,Pd yang kusandang saat ini, bukanlah perjuangan kacang-kacangan. Karena, sejak kuputuskan untuk mengakhiri status mahasiswaku secepat mungkin, mulai saat itulah sebenarnya aku sedang berjuang. Aku tidak ingin sekedar mengetik data untuk skripsi. Aku menginginkan hasil yang berkualitas. Aku paham 'menjadi penulis', untuk itu aku tidak ingin asal selesai. Dan sujud demi sujud menguatkan langkahku. Lalu di detik terakhir segala kepasrahanku, di saat sidangku dimulai aku benar-benar berjuang mempertahankan, mempertanggungjawabkan isi skripsiku. Di tengah debatku dengan para penguji, anganku sudah melayang, aku terancam tidak lulus. Aku pasrah. Jika memang harus seperti itu. Biarlah.

Gerbang Berikutnya
Bukan lagi hal yang luar biasa. Toga di kepalaku, untuk memakainya ada banyak deraian air mata. Namun, sekarang, setelah formalitas acara wisuda ini berakhir, ada lebih banyak lagi perjuangan yang harus kutapaki. Dan jika bukan karena pengalaman lalu, aku hanya perempuan cengeng pengisap jari, menyesali ini itu.

Sakit
Benarlah adanya, jika kau belum pernah merasa sakit, kau tak akan pernah mensyukuri hadirnya sehat. Aku benar-benar tumbang saat itu. Dua bulan, segala aktivitas hanya di rumah, rumah sakit, ruang dokter, laboratorium.

I My Self
Pencarian jati diri adalah hal yang runit bagiku. Pasalnya aku hanya berjalan di lingkaran itu-itu saja. Aku banyak menyia-nyiakan waktu saat itu. Bahkan merasa depresi karena pertanyaan kian menggelayut di kepalaku, menumpuk, namun tak menemukan jawaban apa-apa. Lalu, pada akhirnya sedikit-sedikit waktu membunuh tanyaku dengan kesibukan, dengan mimpi-mimpi.

10 Maret 2014
ditengah ramainya atribut kampanye
seorang wanita mencoba menemukan arti dari tiap hembusan nafasnya

Apa yang kau harapkan saat 'berulang tahun'?
atau
Apa yang kau harapkan saat usiamu dua puluh tiga tahun?

Kau tahu, Pasukan Bintang?
Menjadi wanita dengan usia berkepala dua ---begitu 'berat'---
Tahu maksudku?
Beban menjadi seorang yang 'dewasa' dengan segala tetek bengeknya.
Bijak, pandai bersosialisasi, nyambung dengan 'obrolan' orang-orang dewasa, bla bla bla
Itu kaca mataku, saat melihat label 'dewasa'

Padahal, Pasukan Bintang.
Aku masih ingin bermain hujan-hujanan tanpa khawatir dimarahi sakit atau kotor.
Aku lebih nyaman bercanda dengan anak kecil
Aku suka mengikuti kata hatiku dibanding harus mempertimbangkan omongan orang

Dua puluh tiga tahun, Pasukan Bintang
Apa yang kalian lakukan saat usiamu di titik itu?
Tetap berpendar kan?
Tak ada yang berubah kan?
Cahaya kalian tetap menyinari malam, tak ada yang berkurang



Perjalanan hidupku setahun lalu, memberikan banyak arti. Kuiyakan ungkapan populer itu, bahwa pengalaman adalah guru yang paling baik. Berhenti sejenak adalah pilihan baik untuk sedikit merenungi langakah kita kemarin, juga untuk mulai memikirkan langkah kita esok.

Pasukan Bintang, usia manusia tidaklah sepanjang pendar cahayamu yang telah ribuan tahun merajai malam.
Suatu saat, aku akan pergi dari galaksi ini. Untuk kemudian 'hidup' di tempat 'lain'.
Terima kasih, telah menjadikanku pemimpin untuk kalian para pasukan bintang
Terima kasih, atas keramaianmu menemani sepiku
Terima kasih, menjadi pendengar baik

Rabb, aku sekali lagi
Tak pernah merasa asing meski diasingkan
Tak pernah merasa kurang meski pas-pasan

Rabb, dengan-Mu
Hembusan nafas ini menjadi lebih berarti

Segala lika-liku hidup
Mendaki, menurun, duri, bunga
Semua ada untuk beribu alasan

Rabb, satu lagi pelajaran yang masih sempat kucerna sebelum tanah 'melumatku'
Bahwa Engkau lebih dekat dari urat leher

Segala puji bagi-Mu, Tuhan Semesta Alam
Dua puluh tiga tahun usiaku kini